Kamis, 07 November 2013

Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung

jagung
jagung
Pertanaman jagung yang tumbuh subur di areal lebih 100 ha yang menyebar di desa Sungai Bakar Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut Kalsel, sejak beberapa minggu ini nampak terserang penyakit bulai. Petani Wagino sebagai ketua Gapoktan Sinar Tani mengeluhkan serangan penyakit bulai yang menyerang tanamannya dan anggota. Sudah 2 kali ini menyulam benih jagung. Musim tanam tahun ini dengan curah hujan yang tinggi dan tidak teratur, membuat tanaman mudah terserang penyakit tersebut. Benih yang digunakan memang setiap tahun memang sama dari salah satu penyedia benih hibrida.
Untuk melihat gambaran bibit jagung yang berumur 3 minggu – 6 minggu sudah terekam saat kunjungan lapangan ke lahan mereka (petani). Sampai tanggal24 Desember pertanaman belum dapat teratasi, petani mulai berpikir untuk mengganti benih merek lain, atau bertanam sayuran, jenis palawija yang lain. Pada tahun ini 2009, serangan penyakit bulai di desa ini dan di beberapa kecamatan lebih parah dengan intensitas serangan ringan – berat dan menyebar cepat. Sebagai ketua Gapoktan Sinar Tani dia harus mencari tahu penyebab dan resiko akibat serangan penyakit bulai. Apalagi dia dalam berusaha tani jagung untuk mendapatkan modal dengan meminjam di salah satu bank pemerintah melalui Kredit Ketahanan Pangan Energi (KPP-E). Rata-rata menanm jagung lebih dari 2 ha ada yang mencapai 10 ha, tentu bila tanaman jagung gagal berapa rugi dan resiko yang harus diterimanya.
Lahan pertanian yang ditanami jagung memang berada di pegunungan dengan kondisi cuaca basah, kering serta kelembaban yang tinggi, sehingga memicu penyakit bulai berkembang lebih cepat. Pengetahuan petani tentang penyakit ini masih belum menguasai. Pemakaian benih hibrida, varietas yang sama pada areal tersebut.
Salah satu kendala penting dalam upaya peningkatan produksi jagung adalah gangguan biotis yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu gangguan oleh mikroorganisme yang dikenal dengan gangguan hama, dan gangguan oleh miroorganisme yang disebut sebagai gangguan penyakit. Mikroorganisme penyebab penyakit dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu cendawan, bakteri, dan virus. Jenis penyakit yang disebabkan oleh cendawan yaitu bulai, bercak daun, hawar daun, hawar upih, karat daun, busuk batang, dan gosok bengkak. Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri meliputi bakteri busuk batang, hawar/layu bakteri Goss, dan layu bakteri Stewart (Shurtleff 1980). Jenis Penyakit yang disebabkan oleh virus adalah penyakit virus mosaik kerdil, penyakit virus kerdil khlorotik, penyakit virus mosaik jagung, penyakit virus gores, dan penyakit virus mosaik tebu (Wakman et al. 2001, Shurtleff 1980).
Untuk mengenal lebih jauh tentang penyakit bulai, berdasarkan bahan pustaka yang diperoleh melalui Balai Penelitian Sereal Maros, Sulawesi Selatan sebagai berikut:
Pengenalan Penyakit Bulai
Gejala
Gejala daun yang terinfeksi berwarna khlorotik, biasanya memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas, dan bagian daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Warna putih seperti tepung pada permukaan bawah maupun atas bagian daun yang berwarna khlorotik, tampak dengan jelas pada pagi hari. Daun yang khlorotik sistemik menjadi sempit dan kaku. Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya dan pembentukan tongkol terganggu sampai tidak bertongkol sama sekali.
Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di bawah umur 1 bulan biasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang berlebihan dan daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek.
Penyebab
Shurtleff (1980), Wakman dan Djatmiko (2002), serta Rathore dan Siradhana (1988) melaporkan bahwa penyakit bulai pada jagung dapat disebabkan oleh 10 spesies dari tiga gernerasi yaitu:
  1. Peronosclerospora maydis (Java downy mildew)
  2. P. philippinensis (Philippine downy mildew)
  3. P. sorghi (Sorghum downy mildew)
  4. P. sacchari (Sugarcane downy mildew)
  5. P. spontanea (Spontanea downy mildew)
  6. P. miscanthi (Miscanthi downy mildew)
  7. P. heteropogoni (Rajasthan downy mildew)
  8. Sclerophthora macrospora (Crazy top)
  9. S. rayssiae var. zeae (Brown stripe)
  10. Sclerospora graminicola (Graminicola downy mildew)
Siklus Hidup
Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidak begitu penting sebagi sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun akan masuk jaringan tanaman melalui stomata tanaman muda dan lesio lokal berkembang ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik. Konidiofor dan konidia terbentuk keluar dari stomata daun pada malam hari yang lembab. Apabila bijinya yang terinfeksi, maka daun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari spora, daun kotiledon tetap sehat.
Epidemologi
Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap, dan suhu tertentu, P. maydis di bawah suhu 240C, P. philippinensis 21-260C, P. sorghi 24-260C, P. sacchari 20-250C, S. rayssiae 20-220C, S. graminicola 17-340C, dan S. macrospora 24-280C.
Tanaman Inang
Beberapa jenis serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari pathogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa, Digitaria spp., Euchlaena spp., Heteropogon contartus, Panicum spp., Setaria spp., Saccharum spp., Sorghum spp., Pennisetum spp., dan Zea mays.
Pengendalian
Teknologi pengendalian penyakit bulai pada jagung yang umum diterapkan adalah:
  • Penggunaan varietas tahan (Balitsereal 2005)
  • Pemusnahan tanaman terinfeksi
  • Pencegahan dengan fungisida sistemik berbahan aktif metalaksil
  • Pengaturan waktu tanam agar serempak
  • Pergiliran tanaman.

Penyakit bulai pada jagung merupakan penyakit utama yang paling berbahaya karena sebarannya yang sangat luas meliputi beberapa negara penghasil jagung di dunia seperti Filipina, Thailand, India, Indonesia, Afrika, dan Amerika (Shurtleff, 1980) dan hampir di semua propinsi di Indonesia (Semangun, 1973; 1993), dan kehilangan hasil yang ditimbulkannya dapat mencapai 100% pada varietas jagung yang rentan(Sudjono, 1988). Hal ini seperti yang di alami petani di kabupaten Tegal, Jawa Tengah, dimana lebih dari 220 hektar lahan jagung mereka terserang bulai, sehingga kerugian yang diderita petani akibat penyakit ini mencapai 500 juta lebih (Suara Merdeka, 2 juli 2010). Bulai merupakan penyakit yang bersifat parasit obligat, dimana cendawan ini hanya mampu tumbuh dan berkembang pada jaringan hidup dan hanya pada tanaman inang (jagung).

Penyebab
Shurtleff (1980), Wakman dan Djatmiko (2002), serta Rathore dan Siradhana (1988) melaporkan bahwa penyakit bulai pada jagung dapat disebabkan oleh 10 spesies dari tiga generasi yaitu:

1. Peronosclerospora maydis (Java downy mildew)
2. P. philippinensis (Philippine downy mildew)
3. P. sorghi (Sorghum downy mildew)4. P. sacchari (Sugarcane downy mildew)
5. P. spontanea (Spontanea downy mildew)
6. P. miscanthi (Miscanthi downy mildew).
7. P. heteropogoni (Rajasthan downy mildew)
8. Sclerophthora macrospora (Crazy top)9. S. rayssiae var. zeae (Brown stripe)
10. Sclerospora graminicola (Graminicola downy mildew)
Penyakit bulai di Inonesia di sebabkan oleh 3 spesies cendawan dari genus Peronosclerospora yaitu P. maydis, P. philippinensis, P. sorghi.

Gejala

Gejala daun yang terinfeksi berwarna khlorotik, biasanya memanjang sejajar tulang daun, dengan batas yang jelas, dan bagian daun yang masih sehat berwarna hijau normal. Warna putih seperti tepung pada permukaan bawah maupun atas bagian daun yang berwarna khlorotik, tampak dengan jelas pada pagi hari. Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun terinfeksi. Daun yang khlorotik sistemik menjadi sempit dan kaku. Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya dan pembentukan tongkol terganggu sampai tidak bertongkol sama sekali. Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di bawah umur 1 bulan biasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang berlebihan dan daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek. Tanaman jagung mengalami periode kritis antara umur 1 minggu hingga 5 minggu, apabila selama periode kritis tersebut tanaman tidak menimbulkan gejala serangan maka tanaman jagung akan tumbuh normal dan bisa menghasilkan tongkol.

Siklus Hidup

Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidak begitu penting sebagai sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun akan masuk jaringan tanaman melalui stomata tanaman muda dan lesio lokal berkembang ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik. Konidiofor dan konidia terbentuk keluar dari stomata daun pada malam hari yang lembab. Apabila bijinya yang terinfeksi, maka daun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari spora, daun kotiledon tetap sehat.

Epidemiologi
Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap, dan suhu tertentu, P. maydis di bawah suhu 24oC, P. philippinensis 21-26oC, P. sorghi 24-26oC, P. sacchari 20-25oC, S. rayssiae 20-22oC, S. graminicola 17-34oC, dan S. macrospora 24-28oC.

Tanaman Inang
Beberapa jenis serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari patogen penyebab bulai jagung adalah Avena sativa (oat), Digitaria spp. (jampang merah), Euchlaena spp. (jagung liar), Heteropogon contartus, Panicum spp.(millet, jewawut), Setaria spp.(pokem/seperti gandum), Saccharum spp.(tebu), Sorghum spp., Pennisetum spp.(rumput gajah), dan Zea mays (jagung).

Pengendalian

Oleh karena itu dalam pengembangan jagung di Indonesia, kewaspadaan terhadap penyakit bulai perlu mendapat perhatian serius dengan berpegang pada 5 komponen pengendalian yaitu : 1) Periode bebas tanaman jagung, 2). Tanam serempak, 3). Eradikasi tanaman terserang bulai, 4). Varietas tahan bulai, 5). Fungisida berbahan aktif metalaksil (Bisa menggunakan Demorf berbahan aktif Dimethomorp).
Komponen pengendalian penyakit bulai yang umum dilakukan selama ini adalah perlakuan benih dengan fungisida saromil atau ridomil yang berbahan aktif metalaksil, karena praktis dan mudah dilakukan, bahkan petani tidak perlu melakukan tindakan apapun, hanya menanam benih jagung yang sudah diberi perlakuan fungisida. Selain pengendalian dengan fungisida, varietas tahan bulai sebenarnya sudah lama diteliti, namun tidak banyak yang memanfaatkannya karena adanya fungisida barbahan aktif metalaksil yang selama ini efektif mengendalikan penyakit bulai melalui perlakukan biji.

Dalam penerapan varietas tahan bulai untuk pengendalian penyakit bulai, pemerintah Indonesia telah membuat aturan, dalam pelepasan varietas jagung harus memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit bulai. Hal ini amat penting karena sekalipun telah dilepas, apabila tidak tahan bulai tidak akan tersebar luas karena bisa gagal panen akibat penyakit bulai yang telah tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia, dan juga baru-baru ini diketahui telah terjadinya resistensi P. maydis terhadap fungisida metalaksil di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Wakman, 2008).
Terjadinya outbreak atau wabah penyakit bulai di beberapa daerah penghasil jagung seperti di Bengkayang (Kalbar), di Kediri dan Jombang (Jawa Timur), dan Medan (Sumatera Utara) yang sekalipun diberi perlakuan dengan fungisida berbahan aktif metalaksil, merupakan indikasi telah terjadinya perubahan ketahanan yang meningkat dari Peronosclerospora penyebab penyakit bulai. Adanya resistensi P. maydis terhadap metalaksil yang telah terbukti terjadi di Kalbar, merupakan ancaman bagi pengembangan jagung di Indonesia, hal ini disebabkan fungisida metalaksil tidak efektif lagi digunakan dalam pengendalian penyakit bulai. Oleh karenanya komponen pengendalian bulai lainnya perlu digalakkan.

Pengembangan varietas tahan bulai merupakan langkah yang perlu dilakukan untuk pengembangan tanaman jagung di Indonesia. Ketahanan terhadap penyakit bulai
dipengaruhi oleh banyak gen (polyge
nic) dan bersifat aditif. Dengan varietas jagung tahan bulai petani akan lebih untung karena resiko gagal panen kecil dan biaya perawatan lebih murah karena penggunaan fungisida lebih sedikit.

Varietas Rentan Varietas Tahan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar